Breaking News

Sabtu, 05 Desember 2009

Terbangan/Marhabaan/Dibaan/Tawasulan

Ust. Khaerudin Ibnu Muhammad Zen_Rancadulang Margasari Karawaci Kota Tangerang

Adalah sebuah acara pembacaan shalawat bersama-sama secara bergantian. Ada bagian dibaca biasa, namun pada bagian-bagian lain lebih banyak menggunakan lagu sambil bersaut-sautan. Kitab yang biasa dibaca adalah Barzanji, maulid simthud duror, maulid ‘azabi, maulid syarofal anam, maulid Diba’ dll. kemudian diiringi musik rebana yang dalam bahasa jawa disebut terbang, karena beberapa orang sedang memainkan alat musik terbang jadi acara tersebut disebut “ Terbangan “.

Acara terbangan biasa dilakukan ketika warga NU mempunyai hajat : mantu, khitanan, haul, mengiri pengantin, cukur rambut, nujuh bulan, ngasih nama, muludan dan lain-lain. Para penggemar seni hadrah ( terbang ) itu diwadahi dalam sebuah organisasi bernama ISHARI ( Ikata Seni Hadrah Republik Indonesia ).

Di daerah sunda, khususnya sunda rancadulang terbangan ini biasa disebut mahabanan/marhabaan, ada yang memakai rebana/kasidahan/marawis/hadrah tapi umumnya tidak memakai dan yang biasa dibaca dalam marhabanan adalah kitab Barzanji, maulid simthud duror, maulid ‘azabi, maulid syarofal anam, maulid Diba’. Dalam pembacaan maulid ini umumnya didaerah rancadulang ketika nujuh bulan, nyukur rambut, ngasih nama dan nikahan/malam rasulan.

Sebelum membaca marhabanan biasanya bertawashul/hadiah/membaca ilahadhorotin terlebih dahului terutama kepada Nabi Muhammad saw, para shohabatnya, para keluarganya, kepada para malikat, para Nabi dan Rosul, para awliya, para syuhada, para sholihin, para ulama dan para almarhum dan almarhumah khusunya almarhum dam almarhumah shohibil hajat dan juga mendo’akan orang-orang yang masih hidup agar diberi kesehatan, keselamatan, kebaikan dunia dan akhirat, kemudian membaca ayat-ayat al qu’an, membaca tahlil, tahmid, tasbih, takbir, sholawat dan do’a.

Perlu kita ketahui bahwa dalam membaca hadiah/ilahadhorotin ini, bukan mengadirkan arwah orang-orang yang telah meninggal dunia tapi kita berwashilah/membuat perantara/lantaran seperti kita mau pergi kejakarta, kan tidak langsung nyampe dijakarta. Kita nyari pulus dulu, jalan kemudian naik mobill baru nyampe kejakarta, gambaranya lagi, kalau kita ingin ketemu raja kan melalui proses-proses, enda langsung kecuali kitanya udah deket sama raja.

Secara semantik “ Tawasul “ artinya mengambil pelantara. Sesuatu yang dijadikan perantara untuk mendekatkan diri ( tawajjuh ) kepada Allah SWT guna mencapai sesuatu yang diharapkan dari-Nya.

Bertawasul pernah dilakukan oleh shahabat Umar bin Khaththab ra. Sebagaimana diriwatkan olem Imam Bukhari. Sayyidina Umar berkata :

عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ اَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ اِذَا قَحَطُوْا اِسْتَسْقَى بِالْعَباَّسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ اَللّهُمَّ اِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِنَبِيِّناَ فَتَسْقِيْنَا وَاِنَّا نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا فَقَالَ فَيُسْقَوْنَ ( رَوَاهُ اْلبُخاَرِى )

“ Dari Anas bin Malik ra, beliau berkata : “ apabila terjadi kemarau shahabat Umar Ibn Khaththab bertawasul kepada Abbas Ibn Abdi Muththalib, kemudian berdo’a : “ ya Allah, kami pernah berdo’a dan bertawasul kepada Mu dengan Nabi saw, maka Engkau turunkan hujan. Dan sekarang kami bertawasul dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan. Anas berkata : “ maka turunlah hujan kepada kami “. ( HR. Imam Bukhari )

Menurut Sayyid Muhammad Al Maliki, bertawasul seperti ini hukumnya boleh. Berdasarkan beberapa riwayat, antara lain : “ Muajahid meriwayatkan bahwa dia melihat seseorang sakit kakinya didekat Ibnu Abbas, lantas Ibnu Abbas berkata : “ sebutlah nama seseorang yang engkau cintai ! “ kemudian orang yang sakit tersebut menyebut nama Nabi Muhammad saw, dengan segera tampak rasa sakit dan lemah di kakinya sembuh [1].

Kalau kita teliti, perhatikan, renungi dan rasakan, acara-acara semacam ini baik dan bagus sekali, apalagi kalau acara semacam ini kita jadikan ladang ta’lim dan pencarian cinta, karena dalam acara marhabanan semuanya yang dibaca adalah tentang sejarah Nabi Muhammad saw, mulai dari lahirnya sampai meninggal dunia, ini untuk mengenang dan mengingatkan kembali kepada Nabi kita, agar tumbuh dan bersemi rasa kecintaan dalam hati kita kepada Beliau saw.

Ada pepatah mengatakan : “ Barang siapa mencintai seseorang/sesuatu, maka orang tersebut banyak menyebut namanya “. Kalau si Kh mencintai H maka dimana tempat dan kesempatan si Kh selalu menyebut-nyebut nama si H, itulah mungkin diantara ciri atau bukti bahwa ia mencintai dan menyayanginya, walau Sayyod Al Fiyan bin Salim Al Habsyi mengatakan : “ cinta itu engga ada “ karena cinta itu adalah jurus bathin sedangkan bathin itu ghaib, yang ghaib sulit untuk dibuktikan, pepatah juga katakana : “ sedalam-dalamnya lautan masih dapat diukur, tapi sedalam-dalamnya hati seseorang tidak akan mungkin dapat di ukur “.

Mudah-mudahan kita yang selalu belajar dan mengikuti marhabanan/muludan dimanapun tempatnya ditumbuhkan rasa cinta dalam hati oleh Allah SWT kepada Nabi kita Sayyidina wa Habibina wa Syafi’inan Muhammadin saw, dan kepada teman dan shahabat yang belum mau belajar dan mengikutinya dibukakan pintu hatinya oleh Allah SWT agar mau belajar/ta’lim sampai akhir hayatnya. “ Amin ya Allah ya Robbal ‘Alamin “.



[1] Antologi NU. KH. Abdul Muchith Muzadi ‘ Kalista “ Surabaya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By